JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia diminta menonaktifkan pejabat Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) yang menyetujui RKAB (Rencana Kerja Anggaran Biaya) perusahaan tambang batubara PT Pada Idi.
Pasalnya, menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, pejabat tersebut dinilai lalai dan terkesan tutup mata terhadap permasalahan yang terjadi di PT Pada Idi dan dugaan manipulasi data atau informasi dalam RKAB yang diajukan oleh perusahaan itu.
“Persetujuan RKAB PT Pada Idi diduga modus untuk memuluskan rencana pengalihan utang atau cessie PT Petro Energy yang sedang bermasalah di LPEI dan terancam pailit kepada anak perusahaannya tersebut,” ungkap Yusri saat dihubungi, Selasa (25/3/2025).
PT Pada Idi menjadi sorotan karena pernah dikuasai oleh PT Petro Energy, salah satu debitur bermasalah di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang sedang disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. PT Petro Energy dituduh melakukan fraud fasilitas kredit dari LPEI senilai US$60 juta atau sekitar Rp846,9 miliar.
Tiga petinggi PT Petro Energy sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK. Sejumlah aset mereka senilai total Rp882,5 miliar juga telah disita untuk menutup kerugian negara. Ketiganya yakni Jimmy Masrin selaku Komisaris Utama PT Petro Energy/Direktur Utama PT Caturkarsa Megatunggal, Newin Nugroho (Dirut Petro Energy), dan Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan Petro Energy).
PT Petro Energy mengendalikan PT Pada Idi setelah mengambilalih 55 persen saham perusahaan batubara di Barito Utara, Kalimantan Tengah itu pada 2018. PT Petro Energy merupakan anak usaha PT Caturkarsa Megatunggal yang dikuasai oleh Jimmy Masrin bersama kakaknya Indrawan Masrin (Komut).
Yusri mengatakan pejabat Ditjen Minerba seharusnya bisa mencium kejanggalan data atau informasi dan persoalan di PT Pada Idi saat mengajukan RKAB, mulai dari lonjakan cadangan yang dinilai tidak rasional dalam revisi FS (feasibility study), tidak melaporkan informasi perubahan pemegang saham, pelanggaran izin pertambangan dan kehutanan, hingga masalah pencemaran lingkungan.
“Pejabat Ditjen Minerba, khususnya di Direktorat Pengusahaan Batu Bara saat itu diduga mengetahui kondisi dan persoalan yang terjadi di PT Pada Idi tetapi seolah tutup mata dengan tetap menyetujui RKAB perusahaan itu,” ujarnya.
Berdasarkan penelusuran redaksi, pejabat yang bertanggung jawab memproses dan menyetujui RKAB PT Pada Idi saat itu, yakni LS (Direktur Pengusahaan Batubara), SH (Koordinator Bimbangan Usaha), MI (Koordinator Pelayanan Usaha Batubara), dan HSR (Koordinator Pengawas Usaha Eksplorasi Batubara).
LS saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam. Posisinya digantikan oleh SH, sementara MI masih menjabat Koordinator Pelayanan Usaha, dan HSR kini menjabat Koordinator Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral.
“Semua pejabat yang mengetahui dan bertanggungjawab harus diperiksa KPK. Pasalnya, persetujuan RKAB perusahaan itu bukan sekadar masalah teknis, tetapi terkait dengan kasus korupsi LPEI yang menjerat PT Petro Energy dan sedang ditangani KPK,” tegas Yusri.
Langkah KPK
Sementara itu, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengungkapkan penyidik mendalami berbagai dokumen terkait dengan pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada PT Petro Energy, termasuk akta perjanjian pembiayaan dan dokumen terkait lainnya.
“Penyidik mendalami terkait dengan klausa-klausa yang tertuang dalam akta perjanjian pembiayaan di LPEI termasuk akta-akta lainnya,” katanya, Senin (24/2/2025).
Terkait hal itu, tuturnya, penyidik telah memeriksa saksi berinisial HH yang merupakan seorang notaris. “Saksi HH hadir. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Tessa.
Informasi yang dihimpun redaksi mengungkapkan, salah satu dugaan manipulasi data atau informasi yang dilakukan PT Pada Idi yakni dengan cara merevisi feasibility study (FS) cadangan batubara yang diusulkan dalam RKAB secara signifikan.
Semula PT Pada Idi melakukan revisi FS dari 6,1 juta ton dan SR (stripping ratio) 6 pada awal 2012 menjadi 20 juta ton pada Januari 2019. Perusahaan itu kembali merevisi cadangan menjadi 35 juta ton dengan menaikkan SR lebih dari 20 dalam RKAB 2023.
Berkat cadangan yang besar itu, PT Pada Idi dinilai makin prospektif dan ini dimanfaatkan oleh PT Petro Energy untuk menegosiasikan utangnya ke LPEI. Setelah RKAB PT Pada Idi disetujui, PT Petro Energy pun berhasil mendapatkan restu dari LPEI untuk mengalihkan utang kepada PT Pada Idi yang disepakati para pihak pada Februari 2021.
Selain itu, PT Pada Idi tidak melaporkan perubahan pemegang saham ke dalam sistem MODI (Minerba One Data Indonesia). Perusahaan itu mengalami sedikitnya lima kali perubahan saham sejak 2018 hingga 2024, tetapi tercatat hanya dua kali melapor ke MODI yakni pada 2019 dan 2024.
Perubahan saham terjadi ketika PT Petro Energy mengambilalih 55 persen saham PT Pada Idi pada 2018. Kemudian pada April 2020, setelah PT Tunas Laju Investama (TLI) mengakuisisi 33 persen saham. Lalu pada Oktober 2021 saat TLI menambah porsi sahamnya menjadi 70 persen, dan terakhir pada Mei 2022 naik lagi menjadi 81,56 persen.
Namun, berdasarkan data MODI, PT Pada Idi baru melaporkan perubahan saham itu pada 2024. Anehnya, perusahaan itu bisa mengantongi persetujuan RKAB dari Ditjen Minerba. Setelah ramai disorot dan isu masuknya PT Kaltim Diamond Coal, PT Pada Idi kembali melaporkan perubahan direksi pada 30 Januari 2025. Namun di MODI, susunan pemegang sahamnya belum berubah.