CERI Dukung Menteri Bahlil Larang Ekspor MMKBN, Minta Kepala SKK Migas Segera Revisi PTK 065/2017

Kilang minyak

JAKARTA – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menilai kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang melarang ekspor minyak mentah dan kondensat bagian negara sebagai langkah cerdas dan patut didukung demi kemandirian energi nasional.

Sebelumnya, Menteri Bahlil menegaskan pemerintah akan mengalihkan seluruh minyak mentah yang sebelumnya direncanakan untuk diekspor, menjadi wajib diproses oleh kilang di dalam negeri untuk meningkatkan produksi bahan bakar minyak (BBM) nasional.

Selain itu, minyak mentah atau crude bagian kontraktor yang tidak sesuai spesifikasi juga diminta untuk diolah dan dicampur, sehingga memenuhi standar yang diperlukan untuk konsumsi kilang domestik. Bahlil menyebut kebijakan ini untuk mempercepat tercapainya tujuan swasembada energi.

“Sesuai arahan Presiden Prabowo, kami telah meminta kilang-kilang dalam negeri untuk memanfaatkan semua crude, termasuk yang sebelumnya dianggap tidak memenuhi spesifikasi. Dengan demikian, ekspor crude makin menurun,” kata Bahlil dalam keterangan resmi, Senin (27/1/2025).

Dia mengungkapkan perkiraan ekspor minyak mentah tahun ini sekitar 28 juta barel. Sebesar 12-13 juta barel ditargetkan dapat dioptimalkan untuk menambah pasokan kilang minyak dalam negeri.

Untuk itu, Kementerian ESDM meminta Satuan Kerja Khusus Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), maupun PT Pertamina (Persero) untuk mengimplementasikan hal tersebut.

Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman mengatakan kebijakan itu harus segera ditindaklanjuti oleh Kepala SKK Migas Djoko Siswanto dengan mereview Pedoman Tata Kerja Nomor : PTK – 065/SKKMA0000/2017/SO tentang Penunjukan Penjual dan Penjualan Minyak Mentah dan/atau Kondensat Bagian Negara (MMKBN).

“Sejalan dengan kebijakan Menteri ESDM, kami pun yakin komitmen Kepala SKK Migas akan segera mereview PTK 065/2017 tentang MMKBN, agar terjaminnya pasokan minyak mentah dan kondensat dari dalam negeri untuk kilang Pertamina. SKK Migas sesuai tupoksinya mengendalikan KKKS, bukan sebaliknya” kata Yusri, Kamis (30/1/2025).

Dia menilai dasar hukum dan referensi hukum yang digunakan SKK Migas sebagai rahim yang melahirkan PTK 065/2017 selain lemah tak berakar, ternyata juga aneh.

Anehnya, menurut Yusri, sebagai referensi hukumnya mencamtumkan Surat Menteri ESDM Nomor 5543/13/MEN.M/2014 tentang Penunjukan PT Pertamina (Persero) untuk Mengelola Seluruh Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara dan SK Kepala SKK Migas KEP-0131/SKKO0000/2015/S2 tentang Penunjukan PT Pertamina ( Persero) sebagai Penjual Seluruh MMKBN tanggal 13 Agustus 2015, serta Perjanjian Penunjukan Penjual Seluruh MMKBN antara SKK Migas dan PT Pertamina (Persero) tanggal 15 September 2015.

“Sehingga menimbulkan tanda tanya, apa maksud tujuannya diterbitkan PTK 065/2017 tersebut? Apakah hanya untuk menyingkirkan Pertamina agar bisa dialihkan kepada KKKS?,” ungkap Yusri.

“Apakah SKK Migas lebih mempercayai KKKS asing dan swasta dari pada Pertamina? atau jangan-jangan KKKS lebih bisa diajak kongkalikong daripada Pertamina ? Hal ini harus diungkap motifnya,” sambungnya.

Lagi pula, di dalam kuasa jual MMKBN ke KKKS itu tidak diatur secara rigit bagaimana mekanisme teknis dalam menjual MMKBN. “Sebab pada poin 2.2.2 di dalam PTK 065-2017 menyatakan bahwa penjualan MMKBN dilakukan oleh Badan Usaha selain KKKS sebagai penjual yang ditunjuk, sedangkan minyak mentah dan atau kondensat bagian KKKS dikomersialisasikan sesuai mekanisme yang berlaku di KKKS. Itu namanya MMKBN digendong ditumpuk ke minyak mentah milik KKKS,” jelas Yusri.

Sesuai dengan bunyi poin 2.2.2 PTK 065-2017 tersebut, maka penjualan MMKBN bisa terjadi tidak ditenderkan jika KKKS menerapkan kebijakan internalnya tidak perlu ditenderkan. “Di sinilah cilakanya,” ujar Yusri.

Menurut Yusri, penggunaan bahasa langit seperti Election in Kind dan Election Not To Take in Kind (ENTIK) bisa dianggap hanya sebagai siasat mengecoh publik bahwa seolah-olah aturan PTK ini sangat baik dan terkonsep dengan naskah akademik yang benar dan sangat menguntungkan negara, meskipun bisa terjadi malah kebalikannya.

“Jadi catatan-catatan tersebut yang mendasari kami (CERI) akan menggugat produk PTK 065/2017 tersebut untuk bisa disempurnakan agar bisa lebih menguntungkan untuk kepentingan kemandirian energi nasional,” tegas Yusri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *