Terkait Kasus LPEI, KPK Diminta Periksa Pejabat Ditjen Minerba yang Setujui RKAB PT Pada Idi

Lokasi jetty dan stockpile PT Pada Idi di tepi Sungai Barito, Barito Utara, Kalimantan Tengah.

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi diminta memeriksa pejabat di Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM yang menyetujui RKAB (Rencana Kerja Anggaran Biaya) perusahaan tambang batubara PT Pada Idi yang diduga bermasalah.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengungkapkan, PT Pada Idi diduga memanipulasi data dan menyembunyikan informasi saat mengajukan RKAB untuk memuluskan rencana pengalihan utang PT Petro Energy yang berasal dari fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

“Pejabat di Ditjen Minerba khususnya Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara saat itu diduga mengetahui persoalan yang terjadi di PT Pada Idi tetapi seolah tutup mata dengan tetap menyetujui RKAB perusahaan itu,” kata Yusri, Jumat (21/3/2025).

Berdasarkan penelusuran redaksi, pejabat di Ditjen Minerba yang bertanggung jawab memproses dan menyetujui RKAB PT Pada Idi saat itu, yakni Lana Saria (Direktur Pengusahaan Batubara), Surya Herjuna (Koordinator Bimbangan Usaha), dan Muhammad Iqbal Mandala Putra (Koordinator Pelayanan Usaha Batubara).

Saat ini, Lana Saria menjabat sebagai Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam. Posisinya digantikan oleh Surya Herjuna, sementara M. Iqbal masih menjabat Koordinator Pelayanan Usaha.

“Semua pejabat yang mengetahui dan bertanggungjawab harus diperiksa KPK. Pasalnya, persetujuan RKAB perusahaan itu bukan sekadar masalah teknis, tetapi terkait dengan kasus korupsi LPEI yang menjerat PT Petro Energy dan sedang ditangani KPK,” tegas Yusri.

Dia mengatakan pejabat Ditjen Minerba itu seharusnya bisa mencium kejanggalan data dan masalah di PT Pada Idi saat mengajukan RKAB, mulai dari lonjakan cadangan yang dinilai tidak rasional, tidak melaporkan informasi perubahan pemegang saham, pelanggaran izin pertambangan dan kehutanan, hingga masalah pencemaran lingkungan.

Salah satu dugaan manipulasi data yang dilakukan PT Pada Idi yakni dengan cara merevisi feasibility study (FS) cadangan batubara yang diusulkan dalam RKAB secara signifikan. Semula PT Pada Idi melakukan revisi FS dari 6,1 juta ton dan SR (stripping ratio) 6 pada awal 2012 menjadi 20 juta ton pada Januari 2019. Perusahaan itu kembali merevisi cadangan menjadi 35 juta ton dengan menaikkan SR lebih dari 20.

Berkat cadangan yang besar itu, PT Pada Idi dinilai makin prospektif dan ini dimanfaatkan oleh PT Petro Energy untuk menegosiasikan utangnya ke LPEI. Setelah RKAB PT Pada Idi disetujui, PT Petro Energy pun berhasil mendapatkan restu dari LPEI untuk mengalihkan utang (cessie) kepada PT Pada Idi yang disepakati para pihak pada Februari 2021.

Untuk diketahui, PT Petro Energy pernah mengendalikan PT Pada Idi setelah mengambilalih 55 persen saham pada 2018. Masuknya PT Petro Energy memangkas porsi saham dua orang pendiri PT Pada Idi, yakni Bintoro Iduansjah dan The Budi Tejo Prawido, hingga masing-masing tinggal 22,5 persen.

PT Petro Energy merupakan lini usaha dari PT Caturkarsa Megatunggal yang dikendalikan oleh Jimmy Masrin dan Indrawan Masrin. Di PT Petro Energy, Jimmy Masrin menjabat Komisaris Utama. Dia bersama Newin Nugroho selaku Dirut PT Petro Energy dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku Direktur sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK dalam kasus korupsi LPEI.

Berdasarkan informasi yang diperoleh redaksi, utang yang dialihkan kepada PT Pada Idi sebesar US$60 juta, terdiri dari utang PT Petro Energy kepada LPEI sebesar US$50 juta dan kepada PT Caturkarsa Mengatunggal US$10 juta.

Kewajiban PT Petro Energy kepada LPEI itu rencananya dibayar secara bertahap oleh PT Pada Idi pada 2024-2025. Adapun kewajiban kepada PT Caturkarsa Megatunggal senilai US$10 juta dibayar US$2 juta pada 2021 dan sisanya US$8 juta dibayar pada 2022 hingga 2025.

Tanpa RUPS

Menurut pengakuan Bintoro dalam suratnya ke LPEI yang diperoleh redaksi, pengalihan utang (cessie) PT Petro Energy kepada PT Pada Idi itu tidak dilakukan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Bintoro melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya, bahkan polisi disebut sudah menetapkan Susy Mira Dewi Sugiarta sebagai tersangka. Namun kasus ini tidak diketahui kelanjutannya.

Dalam surat tertanggal 19 Desember 2022 itu, Bintoro juga meminta penjelasan kepada LPEI mengenai bukti persetujuan RUPS PT Pada Idi, serta mempertanyakan prosedur dan dasar pengalihan utang (cessie) PT Petro Energy kepada PT Pada Idi. Bintoro dan The Budi diduga tidak dilibatkan dalam transaksi cessie tersebut.

Sebagai informasi, Bintoro dan The Budi pernah bersepakat dengan PT Mitrada Sinergy pada 24 Januari 2011 untuk menjual saham mereka di PT Pada Idi masing-masing 27,5 persen kepada perusahaan yang dikelola oleh Newin Nugroho sebagai Dirut itu.

Sengketa muncul karena PT Mitrada Sinergy disebut belum melunasi pembelian saham, tetapi kemudian mengajukan gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap pemegang saham PT Pada Idi yang dianggap berutang. Gugatan pertama ditolak Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, tapi gugatan kedua yang dimohonkan pada 27 September 2022 dikabulkan majelis hakim meski materinya sama.

Dalam gugatan kedua ini, PT Mitrada Sinergy maju bersama pemohon lain, yaitu PT Petro Energy, PT Solusi Pandu Virtua, Bank Perkreditan Rakyat Djojo Mandiri Raya, dan PT Pada Idi. Anehnya, meskipun gugatan PKPU ini baru putus pada 2023, nyatanya sebagian saham Bintoro dan The Budi sudah diambilalih oleh PT Petro Energy sejak 2018.

Tak Lapor MODI

Seiring dengan polemik ini, susunan pemegang saham dan direksi PT Pada Idi mengalami sedikitnya lima kali perubahan sejak 2018 hingga 2024. Namun perusahaan tambang batubara yang berlokasi di Barito Utara, Kalimantan Tengah itu tercatat hanya dua kali melaporkan informasi ke sistem MODI (Minerba One Data Indonesia) yakni pada 2019 dan 2024.

Perubahan saham terjadi ketika PT Petro Energy mengambilalih 55 persen saham PT Pada Idi pada 2018. Kemudian pada April 2020, setelah PT Tunas Laju Investama (TLI) mengakuisisi 33 persen saham. Lalu pada Oktober 2021 saat TLI menambah porsi sahamnya menjadi 70 persen, dan terakhir pada Mei 2022 naik lagi menjadi 81,56 persen.

Namun, berdasarkan data MODI, PT Pada Idi baru melaporkan perubahan saham itu pada 2024. Anehnya, perusahaan tersebut bisa mengantongi persetujuan RKAB dari Ditjen Minerba. Setelah ramai disorot dan isu masuknya PT Kaltim Diamond Coal, PT Pada Idi melaporkan perubahan direksi pada 30 Januari 2025. Namun di MODI, susunan pemegang sahamnya belum berubah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *