APH Seolah Tutup Mata, PT GKP Terus Eksploitasi Nikel dari Pulau Kecil Wawonii Tanpa IPPKH

Kapal tongkang terpantau sedang memuat ore nikel PT GKP di Desa Suka Rela Jaya/Desa Roko-roko, Kec. Wawonii Tenggara, Kab Konkep, Sultra, Kamis (6/2/2025). (ist)

JAKARTA – Aparat penegak hukum dinilai tutup mata terhadap aktivitas pertambangan nikel PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Sejak Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP dibatalkan MA pada 7 Oktober 2024 hingga Kamis (6/2/2025) lalu, anak perusahaan Grup Harita itu tanpa hambatan telah mengirim 99 tongkang ore nikel.

Protes warga dan aktivis lingkungan hingga putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut sepertinya tak mampu menggoyang PT GKP, mengindikasikan betapa kuat pengaruh perusahaan itu, baik di tingkat daerah maupun pusat. Belum ada APH ataupun instansi berwenang yang melakukan penegakan hukum.

Sebaiknya, sejak IPPKH dibatalkan oleh putusan MA, PT GKP terpantau makin gencar mengeruk nikel di Pulau Wawonii. Sejak Januari 2025 saja, sudah 13 tongkang ore nikel keluar dari pulau kecil itu sehingga total pengiriman hingga 6 Februari lalu sebanyak 99 tongkang.

Wakil Ketua DPRD Konawe Kepulauan Sahidin mengungkapkan, berdasarkan pemantauan dan laporan masyarakat, PT GKP masih terus melakukan aktivitas pertambangan dan pengiriman nikel meskipun sudah tidak memiliki legalitas alias ilegal karena IPPKH-nya sudah dibatalkan MA.

“Sampai dengan Kamis pekan lalu, pemuatan ore nikel oleh PT GKP yang diperoleh dari kawasan hutan di Pulau Wawonii sudah 99 tongkang, yang dikirim dari Desa Suka Rela Jaya dan/atau Desa Roko-Roko, Wawonii Tenggara. Ini menyedihkan karena seperti tidak ada yang peduli dengan hukum,” ungkapnya, Minggu (9/2/2025).

Politisi Partai Gerindra ini kembali mengingatkan APH, instansi berwenang dan pemerintah daerah agar melakukan tugasnya menegakkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebab pembiaran terhadap pelanggaran ini tidak hanya berdampak buruk terhadap ekologi dan masyarakat, tetapi juga dapat mengganggu kinerja pemerintahan Prabowo Subianto.

Sahidin mendesak Kejaksaan Agung agar turun tangan dalam kasus penambangan ilegal di Pulau Wawonii sebab diperlukan kewenangan yang lebih kuat agar penyidikan bisa berjalan. “Kami sudah melaporkan kasus ini ke Polda dan Kejati Sultra, tetapi hingga kini belum ada tindak lanjutnya. Kami berharap Jaksa Agung segera turun tangan,” ujarnya.

Sebagai informasi, MA melalui Putusan Nomor: 57 P/HUM/2022 dan Putusan Nomor 14 P/HUM/2023, telah membatalkan Perda RTRW Kab. Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021, khususnya pasal-pasal yang mengatur kegiatan pertambangan. Dengan putusan ini, tidak ada alokasi ruang untuk kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii, termasuk PT GKP.

MA melalui putusan Nomor 403 K/TUN/TF/2024 jo. Putusan PTUN Jakarta Nomor 167/G/2023-PTUN-JKT juga telah membatalkan IPPKH PT GKP di Pulau Wawonii, terlebih IPPKH perusahaan itu sebenarnya sudah kedaluarsa sejak 2016 atau 2 tahun setelah diterbitkan.

Berdasarkan Hasil Pengawasan/Investigasi Ditjen Gakkum KLHK Tahun 2019 ditemukan bahwa kegiatan pertambangan baru dilakukan PT GKP pada 2019.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 35/PUU-XXI/2023 telah menolak permohonan PT GKP untuk melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii.

Meskipun PT GKP masih memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), anak usaha Grup Harita milik Lim Hariyanto ini dinilai sudah tidak punya legitimasi untuk menambang di Pulau Wawonii. “Artinya, dari tiga putusan MA itu, sudah tidak ada lagi ruang bagi PT GKP menambang di tanah Pulau Wawonii, kecuali di laut,” tegas Sahidin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *