Nekat! IPPKH Dibatalkan MA, PT GKP Makin Gencar Keruk Nikel di Pulau Kecil Wawonii

Aktivitas penambangan PT GKP di Pulau Wawonii. (tangkapan layar video warga)

JAKARTA – Penambangan nikel PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, terus berlanjut. Protes warga dan putusan inkrah Mahkamah Agung seolah tak membuat anak usaha Grup Harita ini ciut.

Berdasarkan laporan masyarakat yang diterima redaksi, PT GKP makin gencar menambang di pulau kecil itu. Sejak Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP dibatalkan Mahkamah Agung pada 7 Oktober 2024 sampai dengan Sabtu (18/1/2025) perusahaan ini telah mengapalkan 93 tongkang ore nikel.

Laporan tersebut dibenarkan oleh anggota DPRD Kab. Konawe Kepulauan dari Partai Gerindra, Sahidin. Dia mengaku mendapatkan laporan yang sama dari masyarakat Pulau Wawonii yang mengeluhkan aktivitas tambang PT GKP.

“PT GKP masih terus melakukan kegiatan operasi produksi secara ilegal, sekalipun ruang di Pulau Wawonii sudah tidak ada sebagaimana dua putusan MA dan IPPKH-nya sudah dibatalkan oleh MA karena menabrak UU dan peraturan lainnya,” ujarnya, Sabtu (18/1/2025).

Setelah putusan MA itu terbit pada 10 Oktober 2024, tutur Sahidin, pihaknya sudah menyampaikan kepada Polda Sultra dan Kejati Sultra agar menghentikan penambangan di sana, tapi sampai sekarang belum ada tindakan apapun.

Penambangan oleh PT GKP di Pulau Wawonii terus berlangsung meski IPPKH perusahaan itu sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung pada 7 Oktober 2024. Pasca-putusan MA itu, hIngga Sabtu (18/1/2025) dilaporkan sudah 93 tongkang ore nikel diangkut dari pulau kecil itu.

Sebelumnya Sahidin dan tokoh masyarakat Wawonii juga telah beberapa kali melaporkan secara resmi dugaan penambangan ilegal PT GKP kepada penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun hingga kini belum ada tindak lanjut.

Protes dan gugatan juga dilayangkan oleh sejumlah LSM dan aktivis mahasiswa, antara lain Jaringan Aktivis Mahasiswa Hukum Sulawesi Tenggara (Sultra)-Jakarta yang melaporkan PT GKP ke Mabes Polri pada Jumat (10/1/2025) lalu.

Selain menyampaikan laporan, mereka menggelar aksi unjuk rasa di depan Mabes Polri, menuntut agar dua petinggi PT GKP, yakni HS (Hendra Surya) dan BM (Bambang Murtisiyono), segera diperiksa dan diadili karena dianggap bertanggung jawab atas aktivitas penambangan ilegal perusahaan itu.

Sebagai informasi, MA melalui putusan Nomor 403 K/TUN/TF/2024 jo. Putusan PTUN Jakarta Nomor 167/G/2023-PTUN-JKT telah membatalkan IPPKH PT GKP di Pulau Wawonii, terlebih IPPKH perusahaan itu sebenarnya sudah kedaluarsa sejak 2016 atau 2 tahun setelah diterbitkan. Hasil Pengawasan/Investigasi Ditjen Gakkum KLHK Tahun 2019 mengungkap kegiatan pertambangan baru dilakukan PT GKP pada 2019.

Pembatalan IPPKH itu memperkuat Putusan MA Nomor: 57 P/HUM/2022 dan Putusan Nomor 14 P/HUM/2023, yang membatalkan Perda RTRW Kab. Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021, khususnya pasal-pasal yang mengatur kegiatan pertambangan. Dengan putusan ini, tidak ada alokasi ruang untuk kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii, termasuk oleh PT GKP.

Tidak hanya itu, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 35/PUU-XXI/2023 juga telah menolak permohonan PT GKP untuk melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii.

“Seharusnya, dengan semua putusan lembaga tinggi hukum negara tersebut yang sudah inkrah, PT GKP tidak boleh menambang lagi dan wajib merehabilitasi kawasan hutan dan segera angkat kaki dari Pulau Wawonii,” tegas Sahidin.

Ketua Adat Sara Wawonii H. Abdul Salam mengatakan Pulau Wawonii sebagai satu-satunya wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan merupakan sebuah pulau kecil yang semestinya dijaga dan dimanfaatkan secara arif dan bijaksana sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.

“Aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan oleh PT GKP telah menimbulkan kerugian perekonomian negara yang sangat besar, mengingat data jumlah pengiriman sejak awal aktivitas pertambangan ilegal tidak dilakukan secara transparan dan akuntabel. Sejak Agustus 2022 hingga 18 November 2024 PT GKP diduga telah melakukan pengapalan kurang lebih 204 tongkang,” ungkapnya belum lama ini.

Selain itu, aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan oleh PT GKP telah menimbulkan keretakan sosial antar warga di Wawonii dan kerusakan lingkungan serta kerusakan mata air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat Wawonii.

Saat ini, masyarakat Wawonii masih berprofesi sebagai petani cengkeh, kebun pala, kelapa, jambu mete, dan nelayan. “Kehadiran PT GKP hanya menciptakan kesenangan sesaat dengan pemberian ganti rugi yang dipaksakan dan manipulatif. Tetapi secara jangkan panjang menciptakan kemiskinan baru karena masyarakat telah kehilangan mata pencaharian yang menghidupi mereka selama puluhan bahkan ratusan tahun,” ujarnya.

Ketika dikonfirmasi redaksi, Bambang yang menjabat Direktur Operasional PT GKP tidak merespon pesan whatsapp redaksi sampai dengan berita ini diturunkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *