KENDARI – PT Tristaco Mineral Makmur (TMM), perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Blok. Morombo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, diduga menjual ore nikel tanpa memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Tahunan (RKAB).
Menurut Ketua Umum Corong Aspirasi Rakyat (Corak) Sultra Pauzan Dermawan, PT TMM diduga melakukan aktivitas pertambangan dan menjual ore nikel sebelum memiliki RKAB. Hal ini dianggap masalah serius karena merupakan tindakan yang melawan hukum.
“Dokumentasi dan bukti yang kami miliki menunjukkan bahwa aktivitas PT TMM sangat bertentangan dengan aturan perundang-undangan. Pasalnya perusahaan tersebut diduga melakukan aktivitas pertambangan dan penjualan ore nikel tanpa RKAB,” ungkap Pauzan kepada awak media, Kamis (16/1/2025).
Dia mengatakan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 7 tahun 2020 Pasal 78 telah mengatur bahwa pemegang IUP wajib memiliki RKAB sebagai bagian dari rencana kegiatan pertambangan. RKAB merupakan alat perencanaan dan pengendalian manajemen yang penting, serta menjadi pedoman bagi pemerintah dalam melakukan pengawasan.
PT TMM diduga kuat telah melanggar aturan dengan dugaan melakukan aktivitas pertambangan dan penjualan ore nikel sejak Agustus 2024 tanpa memiliki RKAB. Ini menunjukkan perusahaan itu enggan mematuhi regulasi yang berlaku.
“Pelanggaran itu telah kami laporkan kepada Kejaksaan Tinggi Sultra untuk segera menindak perusahaan tersebut karena dinilai telah merugikan negara dalam jumlah besar. Kami juga akan mendesak Menteri ESDM untuk tidak menerbitkan RKAB baru serta mencabut izin PT TMM,” tegas Pauzan.
Selain tak dilengkapi RKAB, sejak 2023 PT TMM disebut belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Namun anehnya, penambangan dan penjualan ore nikel perusahaan itu bisa berlanjut hingga saat ini.
Kejati Sultra pada 2023 pernah mengusut kasus dugaan korupsi pertambangan ore nikel yang dilakukan PT TMM pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam Tbk di Blok Mandiodo. Saat itu jaksa menahan RC selaku Direktur PT TMM setelah dilakukan pemeriksaan.
Dalam kasus ini, RC berperan menerbitkan dokumen ore nikel yang berasal dari penambangan di wilayah IUP PT Antam seolah-olah berasal dari perusahaannya yaitu PT Tristaco Mineral Makmur.
Akibat perbuatan tersangka tersebut, hasil penambangan di WIUP Antam yang dilakukan oleh PT Lawu Agung Mining tidak diserahkan ke PT Antam selaku pemilik IUP akan tetapi dijual ke beberapa smelter dan hasilnya dinikmati oleh PT Lawu Agung Mining sehingga menimbulkan kerugian negara.
Sebelumnya, Kejati Sultra menyita Rp79.088.636.828 terdiri dari SGD dan USD serta rupiah terkait kasus dugaan korupsi pertambangan Ore Nikel pada WIUP PT Antam Tbk di Blok Mandiodo Konawe Utara.