JAKARTA – Jaringan Aktivis Mahasiswa Hukum Sulawesi Tenggara (Sultra)-Jakarta melaporkan dua petinggi PT Gema Kreasi Perdana (GKP) ke Mabes Polri karena diduga menjadi aktor intelektual di balik aktivitas pertambangan ilegal di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sultra.
Selain menyampaikan laporan tersebut, mereka menggelar aksi unjuk rasa jilid II di depan Mabes Polri di Jakarta, Jumat (10/1/2025), menuntut agar kedua petinggi PT GKP berinisial HS dan BM agar segera diperiksa dan diadili.
Muhammad Rahim, Ketua Lembaga Jaringan Aktivis Mahasiswa Hukum Sultra-Jakarta, dalam orasinya menegaskan PT GKP, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii, telah melanggar aturan hukum yang berlaku di NKRI.
“Meskipun sudah ada putusan hukum yang jelas, PT GKP tetap melanjutkan aktivitas pertambangannya yang ilegal di wilayah pesisir kecil yang dilindungi, seperti yang tertuang dalam putusan Mahkamah Agung yang melarang penambangan di kawasan tersebut,” ujarnya.
Rahim selaku Kemenlu BEM Universitas Ibnu Chaldun-Jakarta, menjelaskan bahwa sejumlah putusan hukum telah dengan jelas menyatakan bahwa aktivitas pertambangan PT GKP di Pulau Wawonii adalah ilegal dan melanggar hukum.
Beberapa putusan tersebut antara lain:
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023, yang menolak gugatan PT GKP terhadap undang-undang yang mengatur pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57 P/HUM/2022 yang menegaskan larangan aktivitas penambangan di wilayah pesisir kecil.
Putusan MA Nomor 14 P/HUM/2023 yang semakin memperkuat posisi hukum melawan aktivitas pertambangan di kawasan tersebut.
Putusan MA yang membatalkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dikeluarkan untuk PT GKP pada 7 Oktober 2024.
“Keputusan-keputusan hukum ini menunjukkan bahwa aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT GKP di Pulau Wawonii jelas melanggar hukum, namun perusahaan tersebut tetap berjalan tanpa mengindahkan aturan yang ada,” tambah Rahim.
Rahim juga menyoroti dampak buruk dari aktivitas pertambangan yang dilakukan PT GKP. “Tidak hanya merusak lingkungan, aktivitas mereka juga mencemari air laut yang menjadi sumber kehidupan warga setempat, serta menyebabkan konflik horisontal antara masyarakat dengan pihak perusahaan,” ujarnya.
Akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, kata Rohim, banyak masyarakat Pulau Wawonii yang terdampak, khususnya para nelayan yang kehilangan mata pencaharian mereka. Selain itu, konflik sosial antara perusahaan dan masyarakat semakin meningkat, menciptakan ketegangan yang belum juga terselesaikan.
“Sebagai bagian dari komitmen kami untuk menjaga lingkungan dan hak-hak masyarakat, kami akan terus mengawal kasus ini sampai PT GKP benar-benar menghentikan segala aktivitas pertambangan yang merusak dan melakukan pertanggungjawaban atas kerusakan yang terjadi. Kami juga mendesak agar Hendra Surya dan Bambang Murtisiyono segera diperiksa dan dijadikan tersangka dalam kasus penambangan ilegal ini,” tegas Rahim.