Warga Pulau Kecil Wawonii Desak PT Gema Kreasi Perdana Hentikan Aktivitas Penambangan

Aksi demo warga menolak tambang PT Gema Kreasi Perdana di Pulau Wawonii.

ROKO-ROKO – Aktivitas penambangan nikel PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, yang terus berlanjut membuat warga setempat resah.

Keresahan itu disuarakan oleh sekitar 500 warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Wawonii Bersatu Tolak Tambang. Mereka menggelar aksi di Jalan Poros Wawonii, Senin (18/11/2024), guna mendesak PT GKP segera menghentikan aktivitas pertambangannya.

Anak perusahaan Grup Harita itu dinilai melawan hukum karena terus beroperasi meskipun berbagai putusan pengadilan, hingga Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, telah memutus tidak boleh ada penambangan di pulau kecil tersebut.

Gerakan Masyarakat Wawonii Bersatu Tolak Tambang menyampaikan tiga tuntutan dalam aksi damai tersebut.

Pertama, mendesak PT Gema Kreasi Perdana (GKP) untuk segera menghentikan segala bentuk aktivitas pertambangan yang secara ilegal pada kawasan hutan, berdasarkan Putusan MA No. 403/K/TUN/TF/2024, Putusan MA No. 14 P/HUM/2023, Putusan MA No. 57 P/HUM/2022 dan Putusan MK No. 35/PUU-XXI/2023. Serta menurunkan seluruh alat berat yang berada di lokasi penambangan.

Kedua, menuntut PT GKP bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan pencemaran air bersih masyarakat.

Ketiga, apabila dalam waktu 1×24 jam PT GKP tidak melaksanakan tuntutan tersebut, mereka akan melakukan langkah-langkah yang lebih masif demi terwujudnya penegakan hukum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat khususnya di Pulau Wawonii.

Dalam pertanyaan tertulis yang mengatasnamakan Ketua Adat Sara Wawonii H. Abdul Salam dan Jenderal Lapangan Hasraman, dijelaskan bahwa Pulau Wawonii sebagai satu-satunya wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan merupakan sebuah pulau kecil yang semestinya dijaga dan dimanfaatkan secara arif dan bijaksana sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.

Oleh karena itu, kegiatan pertambangan yang memiliki ciri khas merusak alam, merusak lingkungan hidup, tidak boleh dilakukan di pulau ini, demikian pernyataan itu.

Menurut mereka, ada beberapa alasan mendasar kenapa kegiatan pertambangan tidak boleh dilakukan di Pulau Wawonii.

Pasal 33 UUD 1945 menyatakan perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, dan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Selanjutnya, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”

Selain itu, lanjutnya, berdasarkan Pasal 23 UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang sudah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Cipta Kerja menyatakan bahwa Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari, pertanian organik, dan/atau peternakan. “Jadi kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii sebagai pulau kecil dilarang,” tegasnya.

Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan MA Nomor: 57 P/HUM/2022 dan Putusan MA Nomor: 14 P/HUM/2023, telah membatalkan Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 khususnya pasal-pasal yang mengatur kegiatan pertambangan.

“Dengan putusan tersebut, maka tidak ada alokasi ruang untuk kegiatan pertambangan di Pulau Kecil Wawonii. Ini tidak hanya berlaku terhadap PT GKP, tetap juga berlaku kepada siapa pun yang mau menambang nikel di Paulau Kecil Wawonii,” jelas Abdul Salam.

MA melalui putusan Nomor 403 K/TUN/TF/2024 jo. Putusan PTUN Jakarta Nomor 167/G/2023-PTUN-JKT juga telah membatalkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau kecil Wawonii, terlebih IPPKH perusahaan itu sebenarnya sudah kedaluarsa sejak 2016, yakni 2 tahun setelah diterbitkan.

Diktum ke-13 IPPKH tegas mengatakan bahwa “Keputusan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan jangka waktu paling lama sampai 14 Nopember 2028, apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Keputusan tidak ada kegiatan nyata di lapangan, maka Keputusan ini batal dengan sendirinya“.

Berdasarkan Hasil Pengawasan/Investigasi Ditjen Gakkum KLHK Tahun 2019 ditemukan dan juga diakui sendiri oleh PT GKP bahwa kegiatan pertambangan baru dilakukan pada tahun 2019.

Selanjutnya, ungkap pernyataan tersebut, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023 telah menolak permohonan PT GKP untuk melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Kecil Wawonii.

“Aktivitas pertambangan ilegal dilakukan oleh PT GKP telah menimbulkan kerugian perekonomian negara yang sangat besar, mengingat data jumlah pengiriman sejak awal aktivitas pertambangan ilegal tidak dilakukan secara transparan dan akuntabel. Sejak Agustus 2022 hingga 18 Nopember 2024 PT GKP diduga telah melakukan pengapalan kurang lebih 204 tongkang,” ungkapnya.

Selain itu, aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan oleh PT GKP telah menimbulkan keretakan sosial antar warga di Wawonii dan kerusakan lingkungan serta kerusakan mata air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat Wawonii.

Saat ini, masyarakat Wawonii masih berprofesi sebagai petani cengkeh, kebun pala, kelapa, jambu mete, dan lain-lain, juga nelayan.

“Kehadiran PT GKP hanya menciptakan kesenangan sesaat dengan pemberian ganti rugi yang dipaksakan dan manipulatif. Tetapi secara jangkan panjang menciptakan kemiskinan baru karena masyarakat telah kehilangan mata pencaharian yang menghidupi mereka selama puluhan bahkan ratusan tahun,” tulis pernyataan itu.

Sebelumnya, Manager External Relations PT GKP Made Fitriansyah meminta semua pihak menahan diri dan tidak mengambil kesimpulan terlalu dini terkait Putusan MA Nomor Perkara 403 K/TUN/TF/2024.

“Menanggapi informasi tersebut, kami harap semua pihak dapat sepenuhnya menghormati dan menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Mari kita semua menjaga kondusifitas Pulau Wawonii agar tetap tentram, aman dan damai,” ujar Made, Ahad (13/10/2024).

Dia menjelaskan, bahwa pihak perusahaan hingga saat ini masih menunggu salinan putusan resmi dari MA, untuk kemudian akan dipelajari lebih lanjut. “Hal ini kemudian menjadi landasan kami dalam menjalankan semua prosedur hukum dengan penuh tanggung jawab, sebagaimana komitmen kami terhadap kepatuhan hukum,” jelasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *