JAKARTA – Situasi keamanan Indonesia terus membaik berdasarkan Global Terrorism Index (GTI) dan Global Peace Index (GPI) 2024. Namun, Indonesia terus mewaspai dinamika global yang bisa berdampak terhadap keamanan nasional, terutama situasi politik di Suriah.
Berdasarkan GTI 2024, Indonesia mengalami perbaikan situasi keamanan yang ditandai dengan turunnya peringkat dari 24 ke 31 serta perubahan status dari negara medium impacted menjadi negara low impacted terdampak terorisme.
Selain itu, situasi keamanan di Indonesia berdasarkan GPI 2024 juga menunjukkan perbaikan dengan kenaikan 5 peringkat menjadi 48 dari peringkat 53 pada tahun sebelumnya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Eddy Hartono SIK MH mengatakan kenaikan peringkat dari medium impact ke low impact mencerminkan perbaikan dalam penanganan terorisme berkat kolaborasi BNPT dengan kementerian/lembaga terkait untuk melakukan pencegahan dan mitigasi.
Hal itu disampaikan Komjen Eddy dalam Pernyataan Akhir Tahun 2024 yang digelar BNPT pada Senin (23/12/2024). Pada acara yang dihadiri oleh para pejabat BNPT, Kelompok Ahli BNPT dan media massa itu, Kepala BNPT memaparkan kinerja lembaganya selama 2024 dan rencana kerja untuk 2025.
Dia mengungkapkan, kolaborasi dengan K/L terkait antara lain dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang berhasil memblokir 180.954 konten bermuatan intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di ruang siber.
Adapun konten yang diblokir merupakan propaganda dari jaringan teroris seperti ISIS, HTI, dan JAD yang secara aktif menyebarkan ideologi kekerasan melalui platform digital.
Meski situasi keamanan membaik, tutur Komjen Eddy, ke depan Indonesia terus memperhatikan dinamika dan perkembangan global yang berdampak terhadap keamanan nasiolnal, terutama terkait situasi politik di Suriah saat ini.
Aspek Penilaian
Menanggapi hal itu, Kelompok Ahli BNPT Bidang Kerja Sama Internasional Dr. Darmansjah Djumala mengatakan BNPT terus memantau perkembangan situasi di Suriah, utamanya terkait ancaman terorisme internasional.
Mengenai kebijakan dalam penanganan terorisme internasional terkait konflik Suriah, BNPT masih ‘wait and see’ tergantung pada tiga aspek penilaian.
Pertama, situasi keamanan Suriah masih sangat rawan karena masyarakat internasiobal masih mengamati kemana orientasi ideologis HTS (pemberontak yang menumbangkan Assad).
Jika HTS tidak berubah sama seperti saat mereka masih jadi bagian Al-Qaeda, sangat mungkin HTS masih melakukan jalan kekerasan dan radikalisme.
Kedua, konsolidasi politik di Suriah saat ini masih sangat cair karena belum terlihat pola rekonsiliasi yang disetujui oleh tiga kelompok negara yang berpengaruh terhadap politik Suriah, yaitu Tukri, AS-Israel dan Iran-Rusia.
Ketiga, sikap masyarakat internasional sangat bergantung pada proses rekonsiliasi kekuatan politik di Suriah.
Menurut Djumala, yang pernah bertugas sebagai Dubes RI untuk Austria dan PBB, dukungan masyarakat internasional diperkirakan mengalir ke HTS jika kelompok ini mampu merehabilitasi situasi kemanusiaan, melakukan rekonsiliasi melalui pemilu yang merangkul semua pihak yang bertikai, dan mengakui hak kaum minoritas di Suriah.
Sejauh ini, Dubes Djumala melihat indikasi positif ke arah itu. Paling tidak ada niat baik HTS untuk melibatkan anggota kabinet rezim lama dalam upaya menyusun pemerintahan transisi untuk rekonsiliasi.
“Masyarakat internasional sedang memantau secara seksama kemana arah kebijakaan politik pemerintahan transisi. Jika saja pemerintahan transisi mampu memulihkan situasi keamanan dan kemanusiaan, mengadakan pemilu dengan melibatkan semua kelompok kepentingan dan menghargai hak-hak sipil kaum minoritas, dukungan internasional diperkirakan mengalir melegitimasi pemerintahan transisi itu sebagai representasi rakyat Suriah,” kata Djumala.