CERI Kirim Surat Terbuka soal Tambang Nikel di Pulau Kecil Wawonii ke Ketua KPK, Jaksa Agung, Kapolri dan Sejumlah Menteri

JAKARTA – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) melayangkan Surat Terbuka kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kapolri, Jaksa Agung, Menteri ESDM, Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, serta Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP).

Dalam surat terbuka yang ditandatangani Direktur Eksekutif Yusri Usman dan Sekretaris Hengki Seprihadi itu, CERI meminta para pejabat tersebut menindak tegas perusahaan tambang yang terbukti melakukan pelanggaran hukum, merusak hutan dan lingkungan, tidak hanya di Raja Ampat Papua Barat Daya tetapi juga di daerah-daerah lain, termasuk di pulau kecil Wawonii, Sulawesi Tenggara.

CERI mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memberikan contoh tindakan tegas terhadap tambang nikel di Kabupaten Raja Empat, Papua Barat Daya, dengan mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di daerah itu sejak 11 Juni 2025.

Alasan pencabutan keempat IUP itu, selain masuk kawasan konservasi “Geopark Raja Empat”, ternyata juga telah melanggar Undang Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 juncto UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. UU ini di antaranya mengatur pemanfaatan pulau yang lebih kecil dari 2000 km persegi.

Apalagi, di pulau-pulau kecil tersebut melekat status kawasan hutan, mulai dari kawasan hutan lindung, kawasan konservasi hutan alam dan kawasan hutan produksi.

“Sehingga potensi pelanggaran terhadap Undang Undang sangat tinggi, termasuk UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat,” ungkap CERI dalam surat terbuka yang dirilis pada Minggu (15/6/2025) itu.

Bahkan, Putusan Makamah Agung (MA) Nomor 57P/HUM/2022 dan Putusan Makamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 secara tegas melarang menambang tanpa syarat di Pulau Pulau Kecil.

“Keputusan MK tersebut final dan mengikat, berdasarkan gugatan oleh masyarakat di pulau Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, terhadap IUP OP PT Gema Kreasi Perdana (Harita Group), termasuk IPPKH oleh Kementerian LHK terhadap PT GKP telah dicabut juga oleh putusan PTUN dan sudah berkekuatan hukum tetap dari MA,” ungkap CERI.

Namun, berdasarkan informasi dari Wakil Ketua DPRD Kabupaten Konawe Kepulauan Sahidin SE kepada CERI, muncul kegalauan dan ketidakadilan dirasakan oleh masyarakat di Wawonii, sebab hingga saat ini PT GKP masih menambang dan mengangkut biji nikel dari pulau kecil tersebut.

“Terkesan Pemerintah Pusat tidak adil dalam menegakan hukum atas pelanggaran yang sama, ini tak boleh terjadi. Fakta-fakta dalam bentuk rekaman video telah mengungkap terjadinya kerusakan lingkungan yang sangat parah, bahkan ada masyarakat menjadi korban kriminalisasi,” beber CERI.

Ironisnya, menurut Sahidin, sejak putusan MA dan MK tersebut, PT GKP tetap menambang dan mengangkut bijih nikel dari Wawonii setidak-tidaknya sudah mencapai 150 tongkang. Padahal mereka sejak lama sudah melaporkan dugaan pelanggaran tersebut kepada Kejati dan Polda Sultra, termasuk kepada Gubernur, tetapi faktanya PT GKP tetap saja terus menambang.

Semua fakta-fakta hukum tersebut secara terbuka telah disampaikan oleh Sahidin yang juga politikus dari Partai Gerindra pada 14 Juni 2025 dalam dialog Cerdas Hukum Mektv Sultra dengan Host Desy Gracia.

Tak hanya itu, lanjut CERI dalam surat terbuka itu, kasus IUP di kawasan Raja Empat dan Wawonii ternyata banyak terjadi juga di pulau-pulau kecil lainnya, seperti di Pulau Kabaena Sultra, Maluku serta Halmahera. “Tentu rakyat sangat mengharapkan negara hadir untuk menyelamatkan kerusakan lingkungan yang sudah terjadi demi masa depan anak cucu kita,” ungkap CERI.

“Kami mendukung hilirisasi sumber daya alam yang berkelanjutan, namun harus tetap tidak melanggar aturan perundang undangan yang ada dan harus tetap menjaga kelestarian lingkungan ekosistem kehidupan yang merupakan komitmen yang tak bisa ditawar tawar,” sambungnya.

Menurut CERI, pemanfaatan sumber daya alam secara semberono di negara kita, bisa berakibat dari anugrah menjadi kutukan.

Sudah Dibatalkan

Sekretaris CERI Hengki Seprihadi mengatakan Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan Ade Tri Ajikusumah telah menyampaikan bahwa izin perusahaan yang ada di Pulau Wawonii sudah dicabut oleh Menteri Kehutanan.

Terkait dengan penambangan, Tri mengutarakan Kemenhut memproses semua persetujuan penggunaan kawasan hutan dimulai dari adanya izin usaha pertambangan yang diberikan oleh Kementerian ESDM atau Pemda melalui ESDM daerah pada masa lalu.

“Setelah perijinan mereka biasanya meminta rekomendasi dari daerah, sekarang gubernur, atau dulu bisa bupati. Setelah itu meminta izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup atau Pemda melalui dinas lingkungan. Setelag semua persyaratan itu lengkap maka Kemenhut memberikan akses persetujuan penggunaan kawasan hutan dari kehutanan,” ungkap Tri kepada CERI.

Jadi, lanjut Tri, kesimpulannya bahwa kehutanan itu ada di hilir dalam bentuk persetujuan penggunaan. Ada hak dan kewajiban apabila sudah diberikan persetujuan dari kehutanan yaitu harus ditata batas lokasinya agar tidak keluar dari izin, harus melalukan penataan areal kerja atau PAK, harus melakukan reklamasi di sekitar tambang yang dibuka.

Untuk reklamasi tersebut, lanjut Tri, anggarannya sudah dititip melalui jaminan reklamasi ke Kementerian ESDM, dan harus melakukan rehabilitasi DAS apabila sudah mulai menambang dan harus memberikan kontribusi melalui PNBP ke Kemenhut.

“Karena secara teknis kita ini di ujung atau di hilir maka apabila izin-izin itu dicabut maka secara otomatis dari kehutanan akan mencabut juga karena sudah tidak sesuai dengan alas perizinannya. Kemenhut memberikan layanan yang terbaik dari proses legalitas,” jelas Tri.

Selanjutnya, apabila terjadi kekeliruan, misalnya keluar dari batas atau izin tidak ada atau tidak lengkap, maka sudah benar masyarakat melakukan protes dengan berkoordinasi dengan aparat hukum di Kemenhut ada Dirjen Gakkum. Apabila dengan APH setempat bisa kepolisian atau kejaksaan yang tergabung dalam Satgas penertiban kawasan hutan.

“Saat mencabut izin kita juga sudah mendapat atensi dari Komisi Pemberantasan Korupsi dalam bentuk koordinasi untuk meminta kita mencabut karena sudah keputusan incraht dari pengadilan,” ungkap Tri.

Tinggal Kenangan

Terpisah, puluhan massa yang tergabung dalam Asosiasi Pegiat Hukum dan Investasi Indonesia (APHI) menggelar aksi demonstrasi di depan Mapolda Sultra, pada Jumat.

Dalam aksi tersebut mereka mendesak Polda Sultra untuk menghentikan aktivitas ilegal mining di Pulau Laburoko, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sultra.

Aktivitas pertambangan di pulau tersebut beroperasi dengan lancar karena pelaku diduga menggunakan modus atau berkedok rekalamasi dan revegetasi dengan nama perusahaan PT Babarina Putra Sulung.

Dilansir nawalamedia, sebanyak lima pulau kecil di Sultra. diketahui terdapat aktivitas pertambangan. Padahal berdasarkan aturan, pulau-pulau kecil tidak boleh ada aktivitas tambang.

Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), lima pulau-pulau kecil yang tengah diuruk untuk pertambangan yakni Pulau Wawonii, Kabaena, Laburoko, Pisang dan Maniang.

Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Yusuf menyebut, berdasarkan aturan pulau-pulau kecil ini tak boleh ada aktivitas pertambangan.

Salah satu yang turut dibahas oleh Yusuf adalah aktivitas tambang di Pulau Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan.

Ia mengatakan, Pulau Wawonii menjadi pantauan KKP sebab sering terjadi konflik antara masyarakat dengan perusahaan tambang di daerah tersebut.

Menurutnya, aktivitas tambang di Konawe Kepulauan juga diduga menyebabkan sejumlah kerusakan lingkungan yang berdampak langsung terhadap warga seperti rusaknya sumber daya air dan pencemaran lingkungan di perairan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *