JAKARTA – KejaksaanAgung menetapkan dan menahan tujuh orang tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) Sub-Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengatakan, berdasarkan perkembangan penyidikan, Tim Penyidik menyimpulkan dalam ekspose perkara bahwa terdapat serangkaian perbuatan tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara serta alat bukti cukup yakni pemeriksaan 96 saksi, 2 ahli, penyitaan 969 dokumen dan 45 barang bukti elektronik.
“Setelah memeriksa saksi, ahli, serta bukti dokumen yang sah, tim penyidik menetapkan tujuh orang sebagai tersangka,” katanya dalam keterangan pers, Selasa (25/2/2025).
Ketujuh orang tersangka tersebut yakni RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Selain itu, MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan telah dinyatakan sehat, Tim Penyidik melakukan penahanan terhadap para tersangka selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Duduk Perkara
Abdul Qohar menjelaskan, pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri dan pertamina wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.
Hal itu sebagaimana tegas diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.
Namun berdasarkan fakta penyidikan, Tersangka RS, Tersangka SDS, dan Tersangka AP melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan readiness atau produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor.
Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak dengan alasan produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis padahal harga yang ditawarkan masih masuk range harga HPS, produk minyak mentah KKKS dilakukan penolakan dengan alasan spesifikasi tidak sesuai (kualitas) kilang tetapi faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai kualitas kilang dan dapat diolah/dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya.
Saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan berbagai alasan, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan penjualan keluar negeri (ekspor).
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang. Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang tinggi.
Perbandingan Harga Crude Dalam Negeri dan Impor
No | Komponen Harga Impor Minyak Mentah dan Impor Produk Kilang | Komponen Harga Minyak Mentah Dalam Negeri |
Harga Spot Harga pasar minyak mentah saat ini, yang berfluktuasi berdasarkan dinamika permintaan dan penawaran. Tolak ukur utama meliputi: –Indonesia Crude Price (ICP); –West Texas Intermediate (WTI); –Mean of Plats Singapore (MOPS). | Harga Spot: Harga pasar minyak mentah saat ini, yang berfluktuasi berdasarkan dinamika permintaan dan penawaran. Tolak ukur utama adalah harga indeks ICP. | |
Harga Alpa Keuntungan (Premi) DMUT/Broker Biaya pengiriman Biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut minyak mentah dari negara pengekspor ke negara pengimpor, termasuk biaya untuk tanker dan angkutan. Asuransi Cakupan untuk pengiriman terhadap potensi kerugian dan kerusakan selama transit. Bea Masuk dan Tarif Pajak yang dikenakan oleh negara pengimpor pada minyak mentah, yang memengaruhi total biaya. Penyesuaian Kualitas Perbedaan kualitas minyak (misalnya, kandungan sulfur) dapat menyebabkan penyesuaian harga. Nilai Tukar Fluktuasi nilai mata uang dapat memengaruhi biaya ketika minyak dihargai dalam mata uang yang berbeda dari mata uang importir. Biaya Sewa Storage/Depo |
Untuk kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya pemufakatan jahat (mens rea) antara Penyelenggara Negara (SDS, AP, RS, dan YF) bersama DMUT/Broker (MK, DW, dan GRJ) sebelum tender dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur yang bertujuan mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
Pemufakatan tersebut, diwujudkan dengan adanya tindakan (actus reus) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (Spot) yang tidak memenuhi persyaratan.
Adapun cara yang dilakukan yakni Tersangka RS, SDS dan APmemenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum, Tersangka DM dan GRJmelakukan komunikasi dengan APuntuk dapat memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDSuntuk impor minyak mentah dari RSuntuk impor produk kilang.
Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, RSmelakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh YFselaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13% – 15% secara melawan hukum sehingga MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN.
Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun, terdiri dari kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun, kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.