JAKARTA – Otoritas Malaysia diminta mengusut kasus penembakan pekerja migran Indonesia (PMI) secara tuntas dan transparan, serta memberi akses konsuler seluas-luasnya kepada Indonesia untuk mengetahui detail kasus tersebut.
“Demi menjaga hubungan baik jangka panjang antara Indonesia dan Malaysia, Indonesia mendesak agar Pemerintah Malaysia memberikan akses kekonsuleran dan kepastian hukum bagi para korban pekerja migran Indonesia. Malaysia harus mengusut tuntas dan transparan tragedi penembakan itu,” kata pakar hubungan internasional dari FISIP Unpad, Dr. Darmansjah Djumala, Kamis (30/1/2025).
Dr. Djumala menandaskan, meskipun Indonesia menghormati kedaulatan hukum Malaysia dalam memproses pekerja migran ilegal, otoritas Malaysia harus mengusut kasus itu secara tuntas dan transparan, dan memberi akses konsuler seluas-luasnya kepada Indonesia.
Sebelumnya diberitakan, Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), semacam polisi patroli laut, melakukan tindak kekerasan terhadap lima PMI di Tanjung Rhu, Pulau Carey, Selangor, Malaysia, pada 24 Januari 2025.
Akibat kejadian itu, satu tewas dan empat mengalami luka-luka. Terakhir diberitakan pekerja migran yang tewas sudah diserahkan kepada keluarganya di Jalan Nelayan, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, untuk dimakamkan pada 29 Januari 2025.
Pernyataan resmi aparat Malaysia menyebutkan kelima pekerja migran itu melakukan perlawanan ketika aparat melakukan pengejaran di perairan Pulau Carey sehingga mereka melepaskan tembakan. Namun pernyataan ini berlawanan dengan keterangan dari dua korban yang masih dalam perawatan di rumah sakit Malaysia. Mereka mengaku tidak melakukan perlawanan dengan senjata tajam apa pun.
Menanggapi peristiwa penembakan ini, Kementerian Luar Negeri RI telah mengirim nota diplomatik kepada Pemerintah Malaysia melalui KBRI Kuala Lumpur yang berisi desakan agar Malaysia menyelidiki kejadian penembakan tersebut.
Menlu Sugiono sendiri dalam pernyataan tertulisnya menyesalkan jatuhnya korban jiwa warga negara Indonesia dalam insiden penembakan yang dilakukan APMM dan mendorong investigasi menyeluruh terhadap insiden penembakan, termasuk dugaan adanya excessive use of force.
Dr. Djumala mengatakan penembakan terhadap PMI bukan kali ini saja terjadi. Dia mengutip data Migrant Care, sedikitnya 75 PMI meninggal di tangan aparat Malaysia tanpa melalui proses peradilan sejak 2005 hingga 2025.
Dr. Djumala, yang pernah bertugas sebagai Duta Besar untuk Austria dan PBB di Wina, mengatakan hubungan Indonesia dan Malaysia memang mengandung sensitifitas cukup tinggi, utamanya dalam kaitan pekerja migran dan produk seni budaya.
Menurut dia, karakter hubungan seperti itu sudah menjadi keniscayaan sebagai negara bertetangga. Sebab, tak ada negara di dunia ini yang bisa memilih siapa tetangganya, karena sudah “given” mengikuti takdir geografis yang sudah ditentukan.
Namun demikian, hubungan baik antara dua negara bukan sesuatu yang bisa terjadi dengan sendirinya. Harus ada ikhtiar dari kedua belah pihak untuk memelihara dan mengembangkannya, tentu berdasarkan niat baik dan persahabatan.
Dalam pandangan Dr. Djumala, yang saat ini juga menjabat sebagai Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, pekerja migran ini termasuk salah satu isu sensitif dalam hubungan bilateral Indonesia-Malaysia.
Hubungan baik antara kedua tetangga ini bisa dipertahankan jika keduabelah pihak sama-sama bijak dalam menangani setiap permasalahan yang timbul.