Hukum  

Kejagung Diminta Transparan soal Kasus Dugaan Korupsi Impor Minyak Mentah dan BBM Pertamina

JAKARTA – Kejaksaan Agung diharapkan menjelaskan kepada publik soal penggeledahan yang dilakukan korps baju coklat itu terhadap PT Pertamina (Persero) Holding dan Subholding-nya terkait dengan dugaan penyimpangan impor minyak mentah dan BBM.

Pasalnya sudah lebih dari dua bulan sejak penggeledahan di kantor Pertamina itu diberitakan oleh media, kemudian disusul penggeledahan lanjutan dan pemanggilan klarifikasi, hingga saat ini Kejagung terkesan masih bungkam soal perkembangan kasus tersebut.

Demikian disampaikan Praktisi Hukum SHP Law Firm, Syaefullah Hamid saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (3/1/2025), menanggapi perkembangan kasus ini.

“Publik tentu menantikan perkembangan kasus ini, mengingat minyak mentah sebagai bahan baku BBM adalah barang yang diadakan untuk mencukupi kebutuhan hajat hidup orang banyak, jika dugaan mark up terbukti maka semua rakyat ikut menanggung beban kemahalan sebagai konsumen BBM. Apalagi saat ini pemerintah terus menggembar-gemborkan swasembada energi,” ujar pengamat hukum energi ini.

Menurut Syaefullah, memang aparat penegak hukum biasanya berhati-hati dalam menetapkan tersangka. Tetapi biasanya kalau sudah dilakukan berkali-kali penggeledahan, menunjukkan Pidsus Kejagung sangat serius.

“Kalau sudah ada penggeledahan biasanya sudah masuk tahap penyidikan, kalau sudah ada masuk penyidikan berarti sudah ada tersangka,” jelas Syaefullah.

Sebagai informasi, berhembus kabar sejumlah petinggi Direksi Pertamina dari holding dan subholding telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Menteri BUMN Erick Thohir dikabarkan akan segera mengganti Direksi Pertamina holding dan subholding yang terlibat dalam kasus tersebut

Awak.media telah mencoba melakukan konfirmasi kepada Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar sejak Kamis pekan lalu. Namun sampai berita ini dimuat belum ada penjelasan.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman ikut menanggapi kabar tersebut.

“Belakangan ini, beberapa nama pejabat Pertamina, ternyata nomor telepon seluler mereka sudah pada tidak aktif, jika dikirim pesan WA hanya tercontreng satu,” ungkap Yusri saat dihubungi wartawan, Kamis (2/1/2025).

Yusri pun menduga sudah ada tersangka dari kasus itu. Sebab menurut dia, penggeledahan harus mendapatkan izin dari pengadilan, kecuali untuk kasus operasi tangkap tangan (OTT) guna menghindari penghilangan barang bukti.

Menurut sumber yang diterima CERI, sekitar USD1,2 miliar kerugian negara setiap tahun akibat kemahalan proses impor sejak tahun 2018 hingga 2023. Totalnya bisa mencapai sekitar USD6 miliar atau setara Rp96 triliun, jika dikembangkan hingga akhir tahun 2024 maka bisa mencapai USD 7,2 miliar atau setara Rp 115,2 triliun (nilai tukar USD = Rp16.000). Bahkan informasinya Tim BPK RI sedang melakukan perhitungannya.

“Oleh sebab itu, demi kepastian hukum dan tidak menjadi sumber fitnah, kami berharap jika cukup alat bukti sebaiknya proses penyelidikan ini bisa segera dinaikan statusnya ke tahap penyidikan untuk menyelamatkan keuangan negara, jika tidak segera tutup buku,” pungkas Yusri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *