KESDM, SKK Migas dan Pertamina Cuek Soal Aturan TKDN, Industri Penunjang Migas Terancam Bangkrut

JAKARTA – Industri jasa penunjang migas dalam negeri terancam gulung tikar menyusul kebangkrutan puluhan industri hilir, seperti industri tekstil, akibat derasnya impor produk terutama dari China.

Kekhawatiran itu dilontarkan pelaku industri jasa penunjang migas dalam negeri dan agennya akibat persaingan tidak sehat dalam memasok kebutuhan pembangunan infrastruktur migas di hulu maupun hilir ke Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan BUMN.

KKKS dan BUMN terkesan lebih senang menggunakan produk impor daripada produk dalam negeri yang menurut aturan diwajibkan meskipun produk tersebut sudah memiliki sertifikat ISO dan masuk dalam Approved Brand List (ABL) KKKS.

Ironisnya pejabat di Ditjen Migas, SKK Migas dan Pertamina terkesan membiarkan pelanggaran kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di proyek hulu migas.

Padahal, sudah banyak peraturan perundang-undangan mewajibkannya, antara lain Undang Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian maupun aturan turunannya berupa Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, dan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Industri Dalam Negeri.

Selain itu, Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri pada Kegiatan Usaha Hulu Migas, Kepmen ESDM Nomor 1953/K/06/MEM/2018 sampai dengan Pedoman Tata Kerja (PTK) Nomor 007/SKK IA00002023/S9 (Revisi 05) Buku Kedua. Semua aturan itu intinya mewajibkan KKKS dan Pertamina serta BUMN lainnya untuk menggunakan produk dari dalam negeri.

Ada juga ketentuan PTK-069/SKIA0000/2023/S9 poin 4.2 yang menyatakan pada saat perencanaan detail sebelum melaksaanaan pembelian barang, KKKS agar mengoptimalkan prnggunaan aset sendiri atau dikelola KKKS lain, serta mengutamakan penggunaan produk dalam negeri dengan mengacu kepada ketentuan dan Peraturan Pemerintah yang berlaku antara lain Buku Apresiasi Produksi Dalam Negeri (APND) yang diterbitkan oleh Ditjen Migas KESDM.

Bahkan Direktur Pembinaan Program Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM Mirza Mahendra pada 24 September 2024 melalui surat Nomor B-9260/MG.03/DMB/2024 perihal Penjelasan atas Surat CERI mengenai Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, telah menegaskan bahwa KKKS, produsen dalam negeri dan penyedia barang dan jasa pada kegiatan usaha hulu migas wajib menggunakan, memaksimalkan, dan memberdayakan barang, jasa, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri.

Bagi KKKS yang melanggar kewajiban tersebut, sesuai Pasal 21 dan Pasal 22, akan dikenai sanksi oleh SKK Migas dan Ditjen Migas Kementerian ESDM.

“Ternyata, berdasarkan dokumen yang kami peroleh, diduga kuat telah terjadi pelanggaran nyata terhadap kewajiban TKDN di proyek EPC South Sonoro KKKS JOB Pertamina Medco E&P Tomori di Sulawesi Tengah yang dilaksanakan oleh Konsorsium Kontraktor EPC PT Timas Suplindo dengan PT Pratiwi Putri Sulung,” ungkap Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman, Minggu (12/1/2025).

Tak hanya itu, di Pertamina ternyata terjadi juga hal yang sama untuk proyek Pembangunan Terminal Rerigerated LPG Tuban Jawa Timur, yang dilaksanakan oleh Kontraktor EPC PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang berkonsorsium dengan Japan Gas Corporation (JGC). Proyek ini milik PT Pertamina Energy Terminal (PET) yang merupakan anak usaha Sub Holding PT Pertamina International Shipping (PIS).

“Dari dokumen yang ada, pabrik PT Daeshin Flange Fitting Industri telah menyurati Konsorsium Timas-Pratiwi itu pada 27 Agustus 2024 yang kemudian telah terjadi pertemuan klarifikasi tanggal 18 Oktober 2024. Namun karena belum mendapatkan jawaban sesuai aturan perundang undangan, maka pada 28 Oktober 2024, PT Daeshin Flange Fitting Industri kembali mengirim surat kepada GM Subholding Upstream Regional 4 Zona 13, Andry Sehang,” ungkap Yusri.

Surat tersebut pun ditembuskan ke berbagai pihak terkait, di antaranya kepada Menteri ESDM, Menteri Perindustrian, Menteri BUMN, Kepala SKK Migas, Dirut Pertamina, dan Dirut PHE.

Anehnya, sampai saat ini surat tersebut tidak direspons apapun oleh Andry Sehang dan pejabat yang menerima tembusan surat itu pun terkesan tidak peduli alias cuek, meskipun memiliki kewenangan menertibkannya.

Padahal, pada 24 September 2024, Andry Sehang kepada CERI pernah mengutarakan bahwa saat itu ia sedang menelusuri fakta yang ada dan merencanakan berdiskusi dengan perusahaan terkait. Ia lantas mengatakan masih membutuhkan waktu untuk klarifikasi lebih dalam.

“Tentunya JOB Tomori akan tetap akan komit dengan aturan yang berlaku. Terimakasih atas reminder dari rekan-rekan CERI, tentunya kami sangat menghargai sebagai pagar kami sebagai perusahaan dalam menjalankan amanah negara,” ungkapnya kala itu.

Sehari setelah itu, Andry Sehang kembali mengatakan kepada CERI bahwa informasi tersebut untuk menjadi perhatiannya dan sedang ia siapkan data-datanya.

“Artinya mereka dengan sengaja telah melanggar peraturan mengenai kewajiban TKDN itu, sehingga patut dipertanyakan fungsi pengawasan dan pengendalian oleh SKK Migas dan Ditjen Migas Kementerian ESDM, tentang pelanggaran atas kewajiban TKDN itu apakah akan ada sanksi atau tidak?” tanya Yusri.

Yusri berharap Presiden Prabowo Subianto memberikan atensi khusus kepada Menteri ESDM, Menteri Perindustrian, Kepala SKK Migas dan Dirut Pertamina untuk menjalankan tugas mereka sesuai aturan perundang-undangan, demi kepentingan tumbuhnya industri jasa penunjang migas nasional yang mandiri, agar tidak jatuh korban seperti di industri tekstil.

“Jika tidak ada perubahan kebijakan agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan hingga akhir Januari 2025, kami akan melakukan gugatan PMH terhadap para stakeholder migas di PN Jakarta, khususnya pihak yang terkait langsung dengan tugas dan fungsi pengawasan dan pengendali soal kewajiban TKDN akan ikut menjadi tergugat,” tegas Yusri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *