JAKARTA – Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, meminta dibebaskan dari semua dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur atas kematian Dini Sera.
Permintaan itu disampaikan kuasa hukum Lisa Rachmat saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (10/6/2025). “(Memohon majelis hakim) membebaskan terdakwa Lisa Rahmat dari segala dakwaan dan tuntutan hukum,” kata kuasa hukum Lisa.
Dia meminta kliennya dibebaskan dari tahanan dan tuntutan penjara 14 tahun, memulihkan hak dan martabat Lisa serta barang bukti yang disita dikembalikan. Kuasa hukum juga keberatan terhadap tuntutan pidana tambahan berupa pencabutan izin profesi advokat Lisa. Sebab, hak untuk hidup dan bekerja serta menjalankan mata pencarian tidak bisa dicabut menurut hukum yang berlaku.
“Menurut hukum pencabutan hak-hak tertentu tidak boleh menghilangkan semua hak-hak dari terdakwa yang dijatuhkan pidana. Boleh menghilangkan semua hak dari terdakwa yang dijatuhkan pidana, tetapi hak-hak yang tertentu saja yang bisa dicabut secara hukum. Misalnya hak memegang jabatan atau hak untuk memilih dan dipilih.”
“Sedangkan yang tidak bisa dicabut adalah hak asasi manusia, termasuk hak untuk hidup, hak untuk bekerja, menjalankan mata pencarian tertentu,” ujarnya.
Sebelumnya, Andi Syarifuddin, kuasa hukum Lisa Rachmat mengatakan JPU menuntut Lisa Rachmat 14 tahun penjara diduga tanpa 2 alat bukti yang sah. “Tuntutan Jaksa hanya berdasarkan bukti permulaan berupa chat WhatsApp dan catatan-catatan pribadi, tanpa adanya dua alat bukti sah,” katanya, Senin (2/6/2025).
Tim kuasa hukum menilai bahwa proses hukum ini cacat formil dan substansial. “Tuntutan ini disesuaikan dengan KUHAP pasal 183 dan 184 sehingga proses hukumnya cacat formil dan substansial,” ujarnya.
Menurut dia, tidak ada satu pun alat bukti sah yang menunjukkan Lisa melakukan tindak pidana suap. “Kami tidak menemukan fakta yuridis bahwa klien kami, Lisa Rahmat, melakukan tindak pidana suap seperti yang didakwakan,” tegasnya.
Dalam sidang, terungkap kasus suap yang dituduhkan kepada Lisa tidak terjadi dalam kondisi tertangkap tangan sebagaimana dimaksud KUHAP. Justru, penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan dilakukan beberapa bulan setelah peristiwa, dan tanpa surat perintah yang sah. Kuasa hukum pun menilai proses tersebut melanggar ketentuan hukum acara pidana.
“Penangkapan dan penyitaan dilakukan tanpa penyelidikan dan penyidikan yang sah. Ini adalah cacat hukum yang serius,” ujarnya.
Mengenai barang bukti utama seperti catatan dan ponsel disita tanpa prosedur sah ini dinilai melanggar Prosedur Hukum. Dia menyebut penyitaan barang bukti yang dilakukan Jaksa bertentangan dengan prinsip due process of law dan asas legalitas dalam hukum pidana.
Andi juga menjelaskan dalam persidangan Ahli Pidana yang dihadirkan mengatakan Bukti permulaan Tak Bisa berdiri Sendiri dan harus didukung minimal dua alat bukti utama yang sah. “Jika hanya berdasarkan chat dan catatan tanpa didukung dua alat bukti utama, maka proses hukum ini seharusnya dihentikan di tahap penyelidikan,” jelasnya.
Dalam dakwaan kedua, Lisa didakwa melakukan permufakatan jahat dengan Zarof Ricar. Padahal, permufakatan jahat dalam perkara suap harus melibatkan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenangnya. “Klien kami bukan penyelenggara negara. Maka dakwaan ini seharusnya gugur demi hukum,” ujar Andi.
Dia menegaskan proses penegakan hukum terhadap kliennya sejak awal tidak memiliki dasar yuridis yang kuat. Tuntutan yang menyatakan Lisa bersalah dinilai sangat bertentangan dengan fakta persidangan dan prinsip keadilan.