Geledah Dirjen Migas tanpa SKK Migas, Langkah Pidsus Kejagung Ungkap Kasus Penjualan MMKBN Dinilai Janggal

JAKARTA – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) mempertanyakan pertimbangan dan motif tim penyidik JAM Pidsus Kejaksaan Agung yang langsung menggeledah kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM tanpa menggeledah SKK Migas secara bersamaan.

Seperti diberitakan, Kapuspen Kejagung Harli Siregar dalam penjelasan pers menyatakan Pidsus Kejagung pada Senin, 10 Februari 2025, telah menggeledah Ditjen Migas untuk mencari atau menambah alat bukti agar semakin terang telah terjadi peristiwa pidana atas dugaan permainan penjualan Minyak Mentah & Kondensat Bagian Negara (MMKBN) oleh KKKS ke Kilang Pertamina.

Namun, CERI mempertanyakan langkah Pidsus Kejagung tersebut sebab dilakukan tanpa juga menggeledah SKK Migas pada saat itu.

“Pasalnya, kewajiban KKKS menawarkan hak prioritas penjualan MMKBN ke Kilang Pertamina itu berdasarkan Permen ESDM 18 Tahun 2021, sementara SKK Migas memberi kuasa menjual MMKBN ke KKKS beralaskan PTK 06 Tahun 2017, kedua aturan tersebut tidak nyambung,” ungkap Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman, Rabu (12/2/2025).

Lagipula, menurut Yusri, posisi Ditjen Migas dalam tata kelola MMKBN berada di hilir, sementara SKK Migas dengan KKKS dan Pertamina Kilang di hulu. Artinya, Ditjen Migas hanya melaksanakan hasil kesepakatan akhir antara KKKS dan Pertamina Kilang yang diawasi oleh SKK Migas.

“Jika alasan Pertamina menolak MMKBN lantaran secara komersial tidak memberikan margin kepada kilang atau tidak sesuai dengan program kilang dalam memproduksi jenis BBM yang sesuai dengan keandalan kilangnya, maka Ditjen Migas atas persetujuan Menteri ESDM harus menerbitkan rekomendasi ekspor kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdangangan untuk menerbitkan izin ekspor. Jika tidak maka akan menggaggu lifting KKKS tersebut karena terjadi toptank,” ulas Yusri.

Lebih lanjut Yusri mengutarakan, jika belakangan Pidsus Kejagung baru akan menggeledah SKK Migas, maka itu langkah terlambat karena sudah diantisipasi oleh SKK Migas dan tak akan dapat alat bukti yang bisa membuat semakin terangnya peristiwa pidana tersebut.

“Jadi kami menilai Pidsus Kejagung telah salah strategi atau diduga ada titipan agenda di luar komando dan bisa gagal mengungkap dugaan kasus korupsi penjualan MMKBN di KKKS selama ini,” ujar Yusri.

Untuk itu, dia berharap Jaksa Agung Muda (JAM) Pengawasan dan JAM Pembinaan segera memeriksa Dirdik Kejagung untuk mempertanggungjawabkan kegiatan penggeledahan di Ditjen Migas tanpa menggeledah SKK Migas.

“Sebab, kami melihat keanehan terkait aturan Pedoman Tata Kerja (PTK) SKK Migas Nomor 065/2017 yang bisa mengeliminir aturan yang lebih tinggi di atasnya, yaitu SK Menteri ESDM nomor 5543/13/MEM.M/2014 tanggal 1 September 2014 tentang Penunjukan PT Pertamina (Persero) untuk mengelola seluruh MMKBN yang diperkuat oleh SK Kepala SKK Migas Nomor Kep 0131/2015 tanggal 13 Agustus 2015 tentang Penunjukan PT Pertamina (Persero) sebagai penjual seluruh MMKBN yang diperkuat surat perjanjian penunjukan Penjual seluruh MMKBN antara SKK Migas dengan Pertamina pada 18 September 2015,” beber Yusri.

Menurut dia, apabila ditinjau dari perspektif hirarki peraturan perundang undangan, sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, maka PTK 065/2017 itu dapat diklasifikasikan cacat hukum, sehingga patut diduga kuasa yang telah diberikan oleh SKK Migas ke KKKS selama ini digunakan untuk menjual MMKBN adalah tindakan ilegal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *