JAKARTA – Kapal tongkang Mahatir M. Zain 07 yang mengangkut sekitar 2.000 ton batubara milik PT Pada Idi terbalik di Sungai Barito, Barito Utara, Kalimantan Tengah, pada Kamis (11/9/2024) pagi.
Berdasarkan informasi yang diterima redaksi, peristiwa naas tersebut terjadi di wilayah Mukut, Barito Utara, sekitar pukul 8 pagi. Tidak ada laporan korban dalam kejadian itu, namun seluruh kargo batubara dilaporkan tumpah sehingga mencemari Sungai Barito.
Tongkang Mahatir M. Zain 07 yang ditarik oleh tugboat Mana Suka 1 tersebut dilaporkan berangkat dari PoL (port of loading) Luwe Hulu yang merupakan lokasi pelabuhan PT Pada Idi dengan tujuan atau PoD (port of destination) Teluk Timbau.
Adapun tipe kargo yang diangkut disebutkan Beam B1 B2 sebanyak 2.186,883 MT dengan entitas atau milik PT Pada Idi, sebuah perusahaan tambang batubara di Barito Utara yang berkantor pusat di Jl. Jend. Sudirman, Jakarta.
Dari sejumlah video amatir yang diperoleh redaksi, tampak jelas kapal tongkang Mahatir M. Zain 07 dalam posisi terbalik di sungai. Air sungai tampak keruh di sekitar tongkang tersebut. Belum diketahui penyebab terbaliknya kapal itu.
Ketika dikonfirmasi mengenai kejadian tersebut, Direktur Utama PT Pada Idi Jubilant Arda Harmidy yang dihubungi melalui pesan whatsapp tidak merespons hingga berita ini diturunkan.
Kecelakaan kapal yang melibatkan PT Pada Idi bukan kali ini saja terjadi. Pada 25 Maret 2024, sebuah tugboat juga pernah terbakar dan meledak saat berada di wilayah pelabuhan perusahaan tambang batubara itu.
Kejadian di tepi Sungai Barito ini menelan beberapa korban jiwa dan luka-luka. Tugboat bernama TB Hasyim itu digunakan PT Kimia Yasa untuk mengangkut kondensat milik operator WK Migas KKKS PT Medco Energy Bangkanai Limited (MEBL).
Setelah menjadi perbincangan publik hingga level nasional, DPRD Barito Utara akhirnya menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan PT Kimia Yasa, PT Pada Idi, PT MEBL dan pihak terkait pada Juni 2024 atau tiga bulan setelah kejadian.
Dalam notulen rapat itu terungkap, PT Kimia Yasa belum memiliki izin dan pelabuhan sendiri untuk bongkar muat kondensat. Perusahaan gas itu disebut tidak mempunyai UKL dan UPL, hanya memiliki SPPL dalam hal menampung kondensat.
Begitu juga dengan tempat penampungan atau penumpukan kondensat yang ada harus dievaluasi dan segera dipindahkan, sebab lokasinya masih berada di dekat pemukiman masyarakat.
Selain itu, dalam RDP yang dihadiri Dinas Lingkungan Hidup Kalteng itu disebutkan bahwa pengisian kondensat langsung ke tugboat merupakan perbuatan melawan hukum. Sebab kondensat termasuk bahan berbahaya dan beracun (B3).
Limbah B3 harus ditangani secara khusus berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam Pasal 59 ayat (4) UU ini, pengelolaan limbah B3 wajib mendapatkan izin dari Menteri, Gubernur, Bupati atau Walikota, sesuai dengan kewenangannya. Lalu dalam pasal 102, setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin akan ditindak pidana penjara 3 tahun dan denda sampai dengan Rp3 miliar.