Terus Berulang, Temuan DLH Kalteng soal Pencemaran dan Pelanggaran Izin Tak Membuat PT Pada Idi Jera?

Lokasi jetty dan stockpile PT Pada Idi.

PALANGKA RAYA – Temuan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Tengah mengenai pencemaran lingkungan dan pelanggaran izin oleh perusahaan tambang batubara PT Pada Idi di Kabupaten Barito Utara ternyata bukan hal baru.

Masalah pencemaran lingkungan akibat aktivitas PT Pada Idi sebelumnya sudah mencuat ke publik, bahkan pernah beberapa kali dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Barito Utara.

Menurut Ketua Komisi III DPRD Barito Utara H. Tajeri, persoalan pencemaran oleh PT Pada Idi sudah pernah terjadi sebelumnya dan sudah dilakukan pembahasan dalam RDP bersama pihak-pihak terkait, termasuk dari perusahaan.

“Ada kesimpulan RDP. Tetapi sepertinya tidak diindahkan atau tidak digubris juga. Apa maunya PT Pada Idi ini,” ujarnya beberapa waktu lalu.

RDP di DPRD Barito Utara terkait dengan aktivitas PT Pada Idi pernah beberapa kali digelar, antara lain pada 10 Agustus 2022 dan 18 Januari 2023 mengenai pencemaran sungai, serta terakhir 5 Juni 2024 membahas tugboat terbakar dan pencemaran gas yang melibatkan PT Pada Idi dan PT Kimia Yasa.

Tajeri mengatakan aktivitas tambang PT Pada Idi diduga tidak memperhatikan dampak lingkungan dan standar operasi prosedur (SOP) sehingga mencemari sungai di sekitarnya. “Kami dapat pengaduan dari warga terkait pencemaran sungai di desa mereka,” ungkapnya saat itu.

Agar persoalan itu cepat ditangani, tuturnya, DPRD telah menyampaikan laporan pencemaran tersebut kepada DLH Barito Utara untuk segera ditindaklanjuti.

“Kita minta pemerintah daerah mengambil tindakan tegas, harus melaporkan ke kementerian terkait dengan harapan ada respons dari pemerintah pusat. Pemprov Kalteng harus ada evaluasi terhadap perizinan yang telah dikeluarkan terhadap perusahaan yang melanggar aturan perundangan, atau cabut saja izinnya karena masalah ini sudah berulang kali,” tegas politisi Partai Gerindra ini.

Berbagai laporan pencemaran tersebut tampaknya terbukti menyusul hasil verifikasi lapangan oleh DLH Kalteng terhadap aktivitas PT Pada Idi. Dalam laporan DLH Kalteng tertanggal 13 Juli 2024 yang diperoleh redaksi baru-baru ini, terungkap sejumlah temuan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.

Salah satu temuan, PT Pada Idi disebutkan membuang langsung limbah cair hasil pengelolaan tambang berupa air asam tambang ke Sungai Barito.

Tim verifikasi DLH Kalteng menemukan adanya sedimentasi atau pendangkalan pada setiap kompartemen pengolahan limbah PT Pada Idi. Akibatnya air meluap keluar dari kompartemen tanpa dikelola terlebih dahulu, yang berakibat tercemarnya Sungai Barito.

Temuan lainnya, PT Pada Idi disebut membuang limbah dari stock-pile batubara menggunakan pipa by pass menuju langsung ke Sungai Barito tanpa diolah.

“Pencemaran lingkungan merupakan pelanggaran serius yang tidak boleh dibiarkan karena akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum, khususnya di industri pertambangan,” kata Dipo.

Dalam dokumen itu, PT Pada Idi juga disebut membangun pelabuhan bongkar batubara di pinggir Sungai Barito tanpa didukung dokumen lingkungan atau Amdal, serta membangun jalan hauling (jalan tambang) dimana terdapat 10 km tidak masuk ke dalam IUP perseroan.

Selain itu, aktivitas pertambangan PT Pada Idi memasuki wilayah IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) tanpa didukung izin dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dari dokumen itu juga terungkap fakta yang cukup mengejutkan, yakni lokasi tambang PT Pada Idi ternyata memanjang hingga 7 km tanpa terputus-putus. Ini terlihat dari citra satelit menggunakan Google Earth. Praktik tambang seperti itu dinilai merusak lingkungan.

Berdasarkan temuan itu, maka PT Pada Idi telah melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, terutama pasal 98 dan pasal 99 dengan ancaman minimal pidana 3 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Ancaman pidana lainnya mengacu pada UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air pasal 70 huruf a dengan ancaman penjara 1-3 tahun dan denda Rp1-5 miliar junto pasal 74 bagi badan usaha. Sedangkan bagi pemberi perintah dan pimpinan perusahaan sanksinya dua kali lebih berat.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Teknik Tambang PT Pada Idi Aditya mengakui pihak DLH Kalteng telah melakukan kunjungan ke lokasi perusahaan beberapa waktu lalu. Dari hasil kunjungan itu, pihaknya telah menerima sejumlah rekomendasi dari dinas tersebut.

“Kami diminta melakukan perbaikan-perbaikan. Saat ini kami dalam progress menindaklanjuti rekomendasi itu. Tapi memang butuh proses, termasuk arahan dari manajemen,” ungkapnya saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Mengenai aktivitas pertambangan di wilayah IPPKH tanpa izin, Aditya mengatakan sudah ada langkah-langkah yang ditempuh perusahaan untuk menyelesaikan masalah itu. “Sesuai dengan PP 24/2021 ada sanksi dan setahu saya sudah diselesaikan oleh perusahaan,” jelasnya.

Begitu juga soal jalan hauling, Aditya mengatakan pihaknya memang menggunakan IUP perusahaan lain tetapi fasilitas itu sesuai IPPKH. Namun dia tidak dapat menjelaskan lebih jauh mengenai tindak lanjut sanksi dan perizinan sebab hal itu kewenangan manajemen.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *